Footnote

Sejuta Cinta di Zaydab

Meutia Rahmah
Meutia Rahmah

Libur telah tiba, saatnya membuat rencana, lumayan ada waktu kosong sekitar 3 mingguan di akhir semester 1 ini. Kalau terus di asrama pasti akan jenuh dan bosan, apalagi hari-hari sebelumnya adalah masa-masa ujian yang membuat energi terkuras hanya untuk belajar, jadi butuh refreshing agar otak segar kembali.

Alhamdulillah-nya Inas—teman satu asrama mengajak saya dan teman-teman untuk liburan di kampung halamannya. Tapi euforia itu jadi hilang karena was-was pergi ketempat yang belum pernah didatangi, mengingat keberadaan saya yang terbilang baru di tanah Sudan ini. Saya dan teman-teman pun menolak ajakan tersebut.

Akhirnya Berangkat Juga

Beberapa hari kemudian Inas bercerita pada saya bahwa ibunya menanyakan tentang kedatangan kami, ternyata beliau dan keuarganya belum tahu bahwa rencana tersebut sudah kami urungkan. Mendengar antusiasme dan persiapan mereka hati kami pun luluh dan memutuskan untuk melanjutkan rencana yang sebelumnya dibatalkan tersebut.

Akhirnya berangkatlah kami pada Sabtu pagi. Perjalanan ke Zaydab ditempuh sekitar 6 jam dari Khartoum ibu kota sudan. Pemandangan yang tersaji sepanjang perjalanan adalah hamparan padang pasir, terlintas di pikiranku kalau Zaydab adalah tempat yang gersang.

Gurun di perjalanan menuju Zaydab

Aku mencoba menikmati perjalanan sambil menonton film yang diputar didalam bus. Jalannya lumayan nyaman karena a’la thul (lurus) tak ada tingkungan. Pun dengan bus nya yang full AC tanpa ada gangguan asap rokok.

Menyebrangi Sungai Nil

Setelah sampai di tujuan akhir bus kami pun bergegas turun. Ternyata perjalanannya belum usai, kami masih harus menumpang truk pick up untuk melintasi padang pasir menuju pinggiran sungai nil dan menyebranginya menggunakan perahu yang mengangkut sekitar 40an orang bersama beberapa kendaraan menuju Zaydab.

Ini momen berharga yang mungkin tidak akan pernah saya alami lagi...

Selang 10 menit kemudian kami sampai di Zaydab, keluarga Inas ternyata sudah menunggu kedatangan kami. Subhanallah sambutan mereka begitu hangat, setelah bersalaman dan cipika-cipiki ala sudan kami pun disuguhi syai (teh).

Tamu yang Dimuliakan

Sejenak kami beristirahat namun karib kerabat inas terus berdatangan untuk bersilaturrahmi dengan kami. Usut punya usut ternyata Inas mengabarkan kedatangan kami ke seluruh karib dan kerabatnya, walhasil mereka datang tak henti-henti.

Mungkin akan terlihat aneh bagi kita namun hal sepeti itu sudah menjadi tradisi dan kebiasaan mereka dalam memuliakan tamu. Ada sensasi tersendiri di zaydab ini, rasa kekeluargaan yang begitu erat ibarat kami sudah lama saling mengenal.

Malam ini kami dijamu dengan kharuf (kambing) Walaupun mereka tidak makan nasi tapi mereka mengkhususkan memasaknya untuk kami. Ketika makan pun kita bersama-sama makan disatu tempat, biasa mereka menyebutknya siiniya—sejenis nampan besar. Mereka begitu memuliakan tamu-tamunya.

Bukan Gurun

Hawa dingin mulai menyapa ketika malam tiba, ternyata perkampungan dekat nil lebih dingin ketimbang di Khartoum yang bercuaca panas. Menikmati malam dengan hawa dingin sambil menatap berjuta-juta bintang adalah kebahagiaan yang aku rasakan, wallahi aku belum pernah melihat langit di hiasi bintang-binang seindah ini.

Keluarga Inas

Keesokan harinya kami jalan-jalan disekitar perkampungan, mengunjungi kebun jarjir—sayuran khas Sudan dan kebun jeruk. Paman Inas sudah menunggu disana untuk menghibur kami dengan syair-syair Arab. Tidak disangka sang paman begitu lihai membuatnya dan menjelaskan kepada kami maksud dan isi syair-syair itu, masyaallah begitu indahnya.

Satu hal yang pasti Zaydab adalah daerah yang subur, perkampungan hijau, yang terletak di sepanjang bantaran sungai Nil. Daerah ini dikenal sebagai penghasil sayur-sayuran dan buah-buahan.

Jadi Turis

Setelah puas menjelajah kebun-kebun, kami pun singgah di salah satu rumah sakit sekedar ingin melihat-lihat saja, ternyata kepala rumah sakitnya menyambut kedatangan kami dengan hangat, jadilah kami berkeliling dan melakukan tur.

Kami menjadi pusat perhatian penduduk sekitar, mungkin karena jarang ada touris masuk kampung, Mulai lah anak-anak kecil mengikuti kemana pun kami berada sambil sibuk mereka minta untuk di fotoin, "ya shadiqah shawwir..shawwir.."

Akhirnya kami sibuk foto sana-sini...

Sampai Jumpa...

Malam harinya kami pun ngeteh dengan keluarga inas sambil mendengar cerita tentang keluarga mereka. Ada kebahagiaan dan cinta yang aku dan teman teman rasakan dirumah ini, walaupun sederhana namun sangat bersahaja.

Hari berikutnya kami pun bersilaturrahmi menuju rumah karib kerabat Inas. Seperti biasa kami disambut dengan hangat menyambut dengan hangat. dan disuguhi makanan-makanan khas mereka yang disuguhkan pada tamu seperti halawah.

Tak terasa sudah 2 hari berlalu. Kami tak bisa berlama-lama meghabiskan masa liburan disini, saatnya harus kembali lagi ke Khartoum. Walaupun ada rasa sedih saya berharap bisa kembali lagi ke Zaydab sebelum meninggalkan Sudan, keluarga ini begitu penuh cinta dan kebahagiaan, ada isak tangis melepas kepulangan kami.

Zaydab!!! Aku akan kembali lagi…

Banner Blog Competiotion 320x160
afrika
liburan
nil
sudan
zaydab

© 2024 Meutia Rahmah All Rights Reserved